Usahakanlah Faktor-Faktor Kemenangan

(Muhasabah Sempena Kemenangan Dr Mohamad Morsi sebagai Presiden Mesir)

Pertolongan Allah itu sangatlah mahal dan tidak diberikan kepada sebarangan muslim. Pertolongan dari Allah hanya diberikan kepada satu thaifah (kelompok) khusus yang memiliki sifat-sifat tertentu. Thaifah ini telah dipersiapkan oleh Allah untuk mendapatkan pertolongan-Nya dan untuk melaksanakan perintah-Nya. Allah swt mentarbiyah mereka dengan tarbiyah khusus hingga nantinya mereka layak di kuasakan di muka bumi dan sanggup untuk menegakkan Dien dengan segala keistimewaan Dien itu.

Thaifah yang akan mendapatkan pertolongan inilah thaifah yang disebut oleh Rasulullah saw dalam sabdanya;
“Akan senantiasa ada satu thaifah dari umatku yang berdiri kukuh di atas kebenaran. Orang-orang yang menghinakan mereka tidaklah mendatangkan mudharat bagi mereka. Sampai tiba keputusan Allah mereka tetap dalam keadaan itu”[1].

Dalam memenangkan pertempuran melawan musuh, thaifah (kelompok) yang berdiri kukuh di atas kebenaran ini tidak pernah mendapatkan kemenangan itu dikeranakan jumlah mereka yang banyak. Sebaliknya, jumlah mereka selalu sedikit. Dan sepanjang zaman, ahlul-iman (orang mukmin) dapat mengalahkan musuh-musuh mereka bukan dengan jumlah dan bekal logistic mereka, tetapi mereka dapat memenangkannya dengan berbekalkan Dien ini. Dien yang dengannya Allah memuliakan mereka, seperti yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin Rawahah dalam perang Mu’tah.
“Kita tidak memerangi manusia dengan bilangan, kekuatan dan jumlah kita. Kita hanya memerangi mereka kerana Dien ini. Dien yang Allah memuliakan kita dengannya.”[2]

Bahkan, jika anda memperhatikan semua kancah peperangan antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka, anda akan mendapati selalu jumlah dan perbekalan  kaum muslimin jauh lebih sedikit di bandingkan jumlah dan perbekalan musuh. Kebenaran ada pada Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau menulis surat kepada panglima perangnya, ‘Amru bin ‘Ash. Bunyinya, “Semoga keselamatan senantiasa dilimpahkan kepadamu! Suratmu yang mengabarkan bahawa Romawi telah mengumpulkan pasukannya dengan jumlahnya sangat banyak telah sampai. Sesungguhnya Allah tidak memberikan kemenangan kepada kita kala bersama Nabi-Nya saw dengan banyaknya berbekalan dan jumlah pasukan. Dahulu, kita pernah berperang bersama Rasulullah saw sedangkan yang kita miliki hanyalah dua ekor kuda. Adapun kita sendiri, waktu itu hanya berjalan di belakang unta. Dalam perang Uhud yang disertai Rasulullah saw pun kami hanya membawa seekor kuda yang ditunggangi oleh Baginda saw. Meski demikian, Allah tetap memenangkan dan menolong kita atas orang-orang yang menyelisihi kita. Juga, ketahuilah bahawa manusia yang paling taat kepada Allah adalah orang yang paling benci kepada kemaksiatan. Maka, taatilah Allah dan perintahkan sahabat-sahabatmu untuk mentaati-Nya!”[3].

Sungguh sunnatullah itu tidak berlaku bagi orang-orang tertentu sahaja. Baik untuk kemenangan atau pun kekalahan, keduanya ada sebabnya. Barangsiapa diberi taufiq oleh Allah berupa sebab-sebab kemenangan, nescaya Allah akan memenangkannya. Begitu pun sebaliknya, barangsiapa tidak diberi taufiq oleh Allah hendaknya ia tidak mencela selain mencela dirinya sendiri.
“Bukanlah kerana angan-angan kalian, bukan pula ahli kitab, barangsiapa mengerjakan kejahatan maka ia akan dibalas kerana kejahatan itu” (An-Nisa’: 123)

Jika sebuah ummat Islam menghajatkan kemenangan atas musuh-musuhnya, maka ia harus memenuhi sebab-sebab datangnya kemenangan. Sama seperti yang dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Memerinci sebab-sebab kemenangan secara detail akan menghabiskan banyak halaman. Kerananya kita hanya akan menyebutkannya secara global (umum). Sebab-sebab yang melatar belakangi seluruh kemenangan agung yang dicapai oleh para sahabat dan para tabi’in.

Tersebut di dalam sirah, bahawa musuh-musuh para sahabat itu tidak pernah mampu bertahan lama di dalam peperangan melawan mereka. Bahkan ketika Heraclius mendengarkan khabar bahawa Romawi telah bertekuk lutut, ia berkata, “Celaka kalian! Cuba ceritakan tentang musuh yang memerangi kalian itu” Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?!” tanyanya lagi. “Bahkan jumlah kami berlipat-lipat lebih banyak daripada jumlah mereka di dalam setiap kancah peperangan”, jawab mereka, “Lalu, ada apa dengan kalian sehingga kalian menjadi kecundang?!”. Salah seorang pembesar mereka menjawab. “Kerana mereka semua bangun menunaikan solat malam, mereka berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mereka beramar makruf nahi mungkar, serta mereka saling tolong-menolong. Juga kerana kami semua meminum arak, berzina, melanggar yang haram, menyelisihi janji, berbuat ghashab (mengambil sesuatu tanpa izin pemiliknya, akan tetapi masih ada maksud untuk mengembalikannya), berbuat zhalim, menyebarkan permusuhan, meninggalkan hal-hal yang diredhai oleh Allah, serta membuat kerosakkan di muka bumi”. “Benar yang kamu katakana”, komentar Heraclius.[4]

Dengan kecerdasan pembesar Romawi telah menyimpulkan tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan. Ia menjelaskan bahawa pasukan muslimin telah memenuhi semua sebab untuk mendapatkan kemenangan, total. Sebaliknya, Romawi telah memenuhi semua sebab untuk mendapatkan kekalahan, total. Maka Allah pun memberikan kemenangan bagi yang berhak dan menimpakan kekalahan bagi musuhnya.

Seorang mata-mata (pengintip) Romawi yang dikirim untuk mencari tahu khabar dan keadaan kaum muslimin, menguatkan penyataan di atas. Waktu itu menjelang penaklukkan kota Syam (Syria), sepulang dari memata-matai pasukan muslimin ia melaporkan semuanya. Ia berkata, “Mereka adalah pendeta di waktu malam dan ahli menunggang kuda di siang hari. Jika salah seorang anak raja mereka mencuri, mereka tetap memotong tangannya. Jika ia berzina ia pun akan di rejam, demi menegakkan kebenaran kepada diri mereka”. Petinggi yang dilaporkan pun berkata, “Apabila yang kamu katakan itu benar, perut bumi jauh lebih baik daripada berjumpa mereka di permukaannya. Yang aku inginkan sekarang hanyalah, semoga Allah membiarkanku, bertempur melawan mereka, lalu Dia tidak menolongku, dan tidak pula menolong mereka”[5].

Ada juga seorang pengikut setia Thulaihah al-Asadiy yang menceritakan tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan. Ketika Thulaihah melihat banyak sekali pasukannya yang kecundang di medan perang, ia berkata, “Celaka! Apa yang membuat kalian kucar-kacir begini?!”. Salah seorang pengikut setianya itu menjawab, “Saya beritahukan kepadamu apa yang membuat kita kalah total. Sesungguhnya tidak seorang pun dari mereka yang menginginkan sahabatnya terbunuh lebih dahulu. Kami benar-benar mendapati suatu kaum yang semuanya ingin kematiannya datang lebih dulu daripada kematian sahabatnya![6]

Ada pula seorang mata-mata Romawi yang diutus oleh penguasa Damaskus. Ketika itu pasukan muslimin datang dari arah Yordania (Jordan). Mata-mata itu berkata, “Saya datang kepada anda usai berjumpa dengan kaum yang tubuh mereka kurus kering, mereka mengenderai kuda-kuda pilihan, di malam hari mereka bagaikan pendeta, dan di siang hari mereka adalah penunggang kuda nan tangkas… Seandainya anda mengajak bicara orang yang ada di samping anda, nescaya ia tidak memahami apa yang mereka katakan kerana begitu gegap gempita suara mereka oleh bacaan al-Quran dan dzikir”. Lalu penguasa Damaskus itu menoleh kepada sahabat-sahabatnya seraya berkata, “Mereka mengamalkan sesuatu yang tidak mungkin kalian mampu melakukannya”.

Setelah kita sama-sama mengerti keadaan tiap-tiap personal pasukan Islam, semoga anda bisa mengerti bagaimana mereka meraih kemenangan demi kemenangan dan apa yang menjadi sebab dari semua itu.

Di dalam Tarikh at-Thabariy disebutkan, “Ketika kaum muslimin menakluk Madain mereka mengumpulkan semua harta rampasan perang. Ada seorang laki-laki membawa wadah (bekas) untuk mengumpulkan lalu ia serahkan kepada yang bertanggungjawab untuk selanjutnya dibahagi. Orang-orang bertanya kepadanya, “Wow, kami belum pernah melihat yang seperti itu! Dari apa yang kami kumpulkan, tidak ada sesuatu pun yang senilai dengannya atau bahkan mendekatinya. Apakah kamu ingin mengambil sesuatu darinya?!” Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, jika bukan kerana Allah aku tidak akan mengumpulkkannya”. Maka orang-orang pun mengerti bahawa orang itu bukan sembarangan lelaki. Mereka bertanya, “Siapakah anda?”, Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan memberitahukan kepada kalian kerana aku khawatir akan pujian. Dan tidak akan aku beritahukan kepada selain kalian kerana aku khawatir akan sanjungan. Sungguh, aku memuji Allah dan redha terhadap pahala-Nya.” Lalu mereka menyuruh seseorang untuk mengikutinya sampai ketika ia telah berkumpul dengan teman-temannya, suruhan itu bertanya kepada mereka. Laki-laki itu adalah ‘Amir bin ‘Abdu Qais”.[7]

At-Thabariy juga menyebutkan, “Ketika pedang, ikat pinggang dan mahkota Kisra diserahkan kepada ‘Umar r.a, beliau berkata, “Sungguh, kaum yang menyerahkan semua ini adalah kaum yang benar-benar beramanah”. Mendengar akan hal itu, Ali bin Abi Talib berkata, “Sesungguhnya anda bersikap iffah (menjaga diri) sehingga semua rakyat sepakat untuk memilih sikap yan sama.”[8]

As-Syahid Dr. Abdullah ‘Azzam.

Komentar Halaqah Keluarga:-
Ikhwanul Muslimin memperolehi kemenangan kerusi Presiden Mesir baru-baru ini adalah disebabkan mereka layak mendapat pertolongan Allah swt. Usia dakwah Imam As-Syahid Hassan Al-Banna yang berumur 84 tahun, membuahkan hasilnya dalam lanskap pentadbiran negara setelah mereka diuji dengan pelbagai suka-duka perjuangan kerana Allah swt. Mereka telah lama mendekap di penjara-penjara, terbunuh, tersiksa, terbuang dan terhina,.. dan sekarang tibalah masanya kemenangan awal yang Allah swt berikan kepada mereka.. Alhamdulillah.


[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 11/33, Muslim 16/101, at-Tirmidziy 2872, Ibnu Majah 3990 (lafazh hadith di atas adalah riwayat beliau), dan Imam Ahmad 2/7 dari hadith ‘Abdullah bin ‘Umar.

Hadith riwayat al-Bukhariy 13/293, Muslim 13/65-68, at-Tirmidziy 2192, 2229, Abu Dawud 4252, ibnu Majah 6, 7, 1, 10, dan Imam Ahmad 5/34, 269 dari banyak sahabat; di antara mereka Mughirah bin Syu’bah, Tsauban, Jabir bin ‘Abdullah, Jabir bin Samurah, Qurrah bin Iyas, Abu Hurairah, Mu’awiyyah, dan yang lainya. Adapun lafazh di atas adalah riwayat Muslim dari Tsauban.

[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq sebagaimana disebut oleh Ibnu Hisyam di dalam as-Siratun Nabawiyyah vol. 2/375, tanpa sanad.

[3] Diriwayatkan oleh at-Thayalisiy dari al-Waqidiy dari ‘Abdullah bin ‘Amru seperti yang tertea di dalam Kanzul ‘Ummal 3/135. Diriwayatkan juga oleh at-Thabaraniy dalam al-Mu’jamul Awsath dari ‘Abdullah bin ‘Amru r.a. Di dalam Majma’uz Zawaid 6/117, al-Haitsamiy berkata, “Di antara perawinya ada asy-Syadzakuniy dan al-Waqidiy, keduanya lemah”

[4] Diriwayatkan oleh Ahmad bin Marwan al-Malikiy di dalam al-Mujalasah dari Abu Ishaq, seperti tersebut di dalam al-Bidayah 7/15. Diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Ishaq 1/143.

[5] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy di dalam as-Sunanul Kubra 8/175 dari az-Zuhriy

[6] Diriwayatkan oleh Walid bin Muslim dari Yahya al-Ghassaniy dari dua orang kaumnya, al-Bidayah wan Nihayah 7/15. Diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Asakir 1/143 juga dari Yahya bin Yahya al-Ghassaniy.

[7] Diriwayatkan oleh at-Thabariy dari Abu ‘Abdah al-‘Anbariy 3/128.

This entry was posted in MUTIARA DA'WAH, Nasihat Pengemban Da'wah. Bookmark the permalink.

Leave a comment